Senin, 28 Mei 2012

Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional


Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Teori-Teori Mengenai Hubungan Antara Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional[1][1].
Dua teori utama yang dikenal adalah monisme dan dualisme, menurut teori monisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan aspek yang sama dari satu sistem hukum umumnya; menurut teori dualisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang sama sekali berbeda secara intrinsic (intrinsically) dari hukum nasional. Karena melibatkan sejumlah besar sistem hukum domestik, teori dualisme, kadang-kadang dinamakan teori pluralistik, tetapi sesungguhnya istilah “dualisme” lebih tepat dan tidak membingungkan.

1.      Teori Dualisme
            Barangkali tepat mengatakan bahwa para penulis hukum internasional (misalnya Suarez) tidak akan pernah meragukan bahwa suatu konstruksi monistis dari dua sistem hukum merupakan satu-satunya pendapat yang benar, dengan keyakinan bahwa hukum alam menentukan hukum bangsa-bangsa dan keberadaan negara-negara. Akan tetapi pada abad kesembilan belas dan kedua puluh berkembang tendensi kuat kearah pandangan dualis, hal ini sebagian merupakan akibat doktrin-doktrin filsafat (misalnnya dari Hegel) yang menekankan kedaulatan dari kehendak negara dan sebagian lagi merupakan akibat munculnya pembuat Undang-Undang di negara-negara modern dengan kedaulatan hukum intern yang lengkap.


menurut Triepel, terdapat dua perbedaan fundamental di antara kedua sistem hukum tersebut, yaitu:
a. Subyek-subyek hukum nasional adalah individu-individu, sedangkan subyek-subyek hukum internasional adalah semata-mata dan secara eksklusif hanya negara-negara.
b. Sumber-sumber hukum keduanya berbeda: sumber hukum nasional adalah kehendak Negara itu sendiri, sumber hukum internasional adalah kehendak bersama (Gemeinwille) dari negara-negara.

Anzilotti menganut suatu pendekatan yang berbeda; ia membedakan hukum internasional dan hukum nasioanal menurut prinsip-prinsip fundamental yang mana masing-masing sistem itu ditentukan. Dalam pendapatnya, hukum nasional ditentukan oleh prinsip atau norma fundamental bahwa perundang-undangan negara harus ditaati, sedangkan sistem hukum internasional ditentukan oleh prinsip Pacta Sunt Servanda, yaitu perjanjian antara negara-negara harus di junjung tinggi.

Jadi Teori ini menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional masing-masing merupakan dua system yang berbeda satu sama lain. Lahirnya pandangan dualisme ini karena dua factor penyebab, yaitu karena doktrin-doktrin filosofis yang menandaskan kedaulatan kehendak negara dan tumbuhnya kedaulatan hukum intern yang sempurna. Pandangan dualisme tersebut mempunyai sejumlah akibat yang penting, yaitu:
-          Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan pada perangkat hukum yang lain.
-          Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang ada hanya penunjukkan saja.
-          Ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional. Dengan kata lain hukum internasional hanya berlaku setelah ditransformasikan dan menjadi hukum.
Keberatan terbesar terhadap teori dualisme adalah pemisahan mutlak antara hukum nasional dengan hukum internasional tidak dapat menerangkan secra memuaskan kenyataan bahwa dalam praktik sering hukum nasional itu tunduk atai sesuai dengan hukum internasional.

2.      Teori Monisme
            Penulis-penulis modern yang mendukung konstruksi monistik sebagian besar berusaha menemukan dasar pandangannya pada analisis yang benar-benar ilmiah mengenai struktur intern dari sistem-sistem hukum tersebut.
            Berbeda dengan para penulis yang menganut teori dualisme, pengikut –pengikut teori monisme menganggap semua hukum sebagai suatu ketentuan tunggal yang tersusun dari kaidah-kaidah hukum yang mengikat baik berupa kaidah yang mengikat negara-negara, individu-individu, atau kesatuan-kesatuan lain yang bukan negara.

Namun ada penulis-penulis lain yang mendukung monisme berdasarkan alasan-alasan yang bukan cuma abstrak semata-mata, dan penulis-penulis tersebut menyatakan, sebagai suatu masalah yang memiliki nilai praktis, bahwa hukum internasional dan hukum nasional keduanya merupakan bagian dari keseluruhan kaidah hukum universal yang mengikat segenap umat manusia baik secara kolektif ataupun individual. Dengan perkataan lain, individu-lah yang sesungguhnya menjadi akar kesatuan dari semua hukum tersebut.

Penganut teori monoisme berpendapat bahwa hukum internasional dan hukum
nasional merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan pada satu struktur hukum. Akibat dari pandangan ini adalah bahwa antara keduanya mungkin ada hubungan hierarki. Persoalan hierarki inilah yang melahirkan dua pandangan yang berbeda dalam teori monoisme berkenaan dengan masalah penekanan/pengutamaan. Satu pihak menyatakan monoisme dengan mengutamakan (primat) hukum nasional, dan pihak lain dengan pengutamaan (primat) hukum internasional.
Menurut pandangan monoisme dengan primat hukum nasional, maka hukum nasional tidak lain adalah sebagai kelanjutan dari hukum nasional belaka, atau tidak lain adalah bahwa hukum internasional itu merupakan hukum nasional untuk urusan-urusan luar negeri. Ini berarti bahwa hukum internasional itu bersumber pada hukum nasional, alasannya adalah:
-          Bahwa tidak ada organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia ini.
-          Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional adalah terletak di dalam wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian internasional, jadi wewenang konstitusional.
Faham monoisme dengan primat hukum nasional ini mempunyai sejumlah kelemahan, yaitu:
-          Faham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis semata-mata sebagai hukum-hukum internasional dianggap hanya hukum yang bersumber perjanjian internasional, suatu hal yang jelas tidak benar.
-          Bahwa pada hakekatnya faham monoisme denagn primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan atas adanya hukum internasional yang mengikat negara-negara. Sebabnya, jika terikatnya negara-negara pada hukum internasional digantungkan kepada hukum nasional, ini sama saja dengan menggantungkan berlakunya hukum internasional atas kemauan negara iru sendiri. Keterikatan ini dapat ditiadakan jika negara mengatakan tidak ingin lagi terikat pada hukum internasional.

Menurut faham monoisme dengan primat hukum internasional, maka hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional, yang menurut pandangan ini merupakan suatu perangkat ketentuan hukum yang hierarkis lebih tinggi. Menurut faham ini, hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya kekuatan mengikatnya berdasarkan suatu pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
            Faham monoisme dengan primat hukum internasional inipun tidak luput dari kelemahan. Adapun kelemahan faham monoisme dengan primat hukum internasional adalah:
-          Pandangan bahwa hukum nasional itu tergantung dari hukum internasional, yang berarti mendalikan bahwa hukum internasional telah ada terlebih dahulu dari hukum nasional bertentangan dengan kenyataan sejarah. Berdasarkan kenyataan sejarah, hukum nasional telah ada sebelum adanya hukum internasional.
-          Dalil bahwa hukum nasional itu kekuatan mengikatnya diperoleh dari hkum internasional tidak dapat dipertahankan. Menurut kenyataannya, wewenang-wewenang suatu negara nasional misalnya yang bertalian dengan kehidupan antara negara seperti misalnya kompetensi untuk mengadakan perjanjian internasional, sepenuhnya wewenang hukum nasional.

3.      Teori Koordinasi
Hukum Internasional dan Hukum Nasional memiliki lapangan berbeda, sehingga memiliki keutamaan dilapangan masing-masing           
4.         Teori Transformasi
            Menurut teori transformasi, hukum internasional tidak akan pernah berlaku sebelum konsep, kaedah dan prinsip-prinsip hukumnya belum menjadi bagian dari prinsip atau kaedah-kaedah hukum nasional. Agar dapat berlaku, maka prinsi-prinsip hukum internasional harus terlebih dahulu menjadi bagian dari prinsip-prinsip hukum nasional. Misalnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup sebagai hasil transformasi dari hukum Lingkungan Internasional, yaitu Deklarasi Stockholm 1972. Demikian pula dengan Undang-Undang pembaharuannya, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup sebagai hasil transformasi Deklarasi Rio 1992.
            Proses transformasi ini dilakukan dengan melakukan perubahan terhadap Undang-undang. Perubahan dapat dilakukan dengan melakukan penambahan, pengurangan atau pembaharuan secara keseluruhan terhadap isi Undang-undang dan menggantikannya dengan yang baru. Proses perubahan tunduk dan diatur dalam ketentuan-ketentuan hukum ketatanegaraan yang mekanisme kerjasamanya dengan pembuatan Undang-undang, yaitu dilakukan dengan melakukan pengajuan oleh DPR/DPRD atau presiden. Sebagaimana yang telah terjadi di Negara-negara lain yang memiliki proses yang sama:
5.      Teori Adopsi
            Teori adopsi, cara berfikirnya sangat sederhana. Hal ini sangat tergantung dari kemauan hakim untuk menerapkan prinsip-prinsip Hukum Internasional dalam menyelesaikan kasus-kasus nasional.
a judge is entitle to resort to a rule of international law without requiring that it be consciously promulgate by the sovereign as one municipal law”
(Hakim berhak menggunakan ketentuan-ketentuan hukum internasional tanpa terlebih dahulu diumumkan oleh Negara atau pengadilan dari suatu Negara).
6.      Teori Delegasi
            Berlakunya ketentuan-ketentuan hukum internasional setelah didelegasikan ke hukum nasional yang dapat dilegalkan dengan pencantuman kaedah-kaedah hukum internasional kedalam berbagai peraturan perundang-undangan nasional atau dengan menerapkan kaedah-kaedahnya dalam memutus atau menyelesaikan sengketa nasional.
R.C. Hingorani menjelaskan:
7.      Teori Harmonisasi
            D.P.O. Connell menggambarkan teori ini melalui suatu pernyataan yang berbunyi:
“the theory of harmonization assumes that international law, as a rule of human behavior, form part of municipal law and hence is available to a municipal judge; but in the rare instance conflict between the two system theory acknowledges that he is obligade by his jurisdictional rules”
(teori harmonisasi menganggap bahwa hukum internasional sebagai hukum yang mengatur tingkah laku bagian hukum internasional dan diatur oleh hukum nasional, tetapi teori ini juga mengakui adanya konflik antar kedua hukum tersebut).
            Berdasarkan pendapat diatas, titik tolak teori harmonisasi adalah “tingkah laku atau tindakan” yang sama antara hukum internasional dengan hukum nasional dengan batas-batas dan kewenangan yang berbeda.
Dari berbeagai penuturan diatas dapat di simpulkan bahwa hukum internasional dan hukum nasional memiliki persamaan dan perbedaan baik dalam cara pandang maupun bagaimana keduanya menjatuhkan sanksi-sanksi kepada setiap pelanggar hukum.
Perbedaan Hukum Internasional dan Hukum Nasional
1.                  Objek pengaturan
2.                  Model atau bentuk yang berbeda
3.                  Kedudukan Subjek
Penerapan Hukum Internasional di Tingkat Nasional
1.                  Doktrin Inkorporasi
Hukum Internasional dapat langsung menjadi bagian dari Hukum Nasional
contoh : Negara meratifikasi traktat
2.                  Doktrin Transformasi
Adanya Hukum Internasional dalam Hukum Nasional harus dilakukan transformasi terlebih dahulu
Penerapan Dalam Praktek
1.                  Amerika Serikat
Kebiasaan
-                      Menyerupai praktek di Inggris
-                      Penentuan dilakukan oleh Pengadilan Federal dan mengikat negara bagian
 Traktat
-                      Traktat yang dibuat oleh Pemerintah AS harus menjadi hukum tertinggi
-                      Presiden hanya dapat meratifikasi dalam hal terdapat persetujuan dari 2/3 suara Senat
-                      Membedakan Traktat dalam 2 golongan
a.                                Berlaku dengan sendirinya
b.                              Tidak berlaku dengan sendirinya
Penerapan di Eropa
1.                  Belanda
Hukum Internasional
1.                  Parlemen memiliki hak kontrol yang kuat
2.                  Kedudukan hukum perjanjian internasional lebih utama dari Hukum Nasional
Treaty
1.                  Diperlukan persetujuan dari 2/3 suara
2.                  Memiliki kekuatan di atas hukum lokal
Penerapan di Eropa
Perancis
Traktat
-                      Traktat yang telah diratifikasi dan dipublikasikan dapat berlaku sebagai Hukum Nasional
-                      Jika terdapat pertentangan antara Traktat dan Konstitusi maka untuk meratifikasi hanya dapat dilakukan setelah Konstitusi dilakukan penyesuaian
Penerapan di Eropa
1.                  Jerman
 Hukum Internasional
-                      Posisi Hukum Internasional diatas Hukum Nasional
-                      Menggunakan istilah General Rule
Traktat
-                      Keterlibatan secara langsung parlemen Jerman
-                      Peran sentral Pengadilan dalam pemberlakuan traktat
2.                  Indonesia
a.                  Hukum Kebiasaan Internasional
-                      Belum ada sikap yang tegas
Misalnya saja : Hak lintas damai dan Lebar laut teritorial
Dasar Hukum :
1.                  UUD 1945 Pasal 11
2.                  UU Nomor 37 Tahun 1999=>Hubungan Luar Negeri
3.                  UU Nomor 24 Tahun 2000=>Perjanjian Internasional
Prakteknya : Dilakukan oleh Menteri Luar Negeri
Dasar Hukum : Keppres No. 102/2001 Pasal 6 & 7




Hukum perdata


Hukum Perdata
1.     Subjek hukum
Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang disebut orang
Orang disebut 2 bagian :
·        Manusia
·        Badan hukum

Ø Manusia
·        Ciptaan tuhan
·        Dapat kawin, beranak,
·        Dapat sebagai ahli waris
Ø Badan hukum
·        Ciptaan manusia
·        Tidak dapat kawin, tidak dapat beranak,
·        Tidak dapat sebagai ahli waris